A. PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat berasal dari bahasa Latin, philos + sophia. Philos berarti gemar, senang, menekuni, menghayati, mengamalkan. Sedangan sophia berarti bijak (wise), peduli (care), berbagi (share), adil, jujur, berbudi luhur (fair). Dengan demikian filsafat berarti gemar, senang menekuni, menghayati, dan mengamalkan prilaku bijak. Atau berusaha mengetahui terhadap sesuatu secara mendalam (hakikat, fungsi, ciri-ciri, kegunaan, masalah, dan memecahkan masalah-masalah itu). Dari filsafat kemudian muncul penetahuan, ilmu, dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan diperoleh bermula dari rasa ingin tahu yang merupakan suatu ciri manusia yang membedakannya dengan makhluk hidup lain. Proses ingin tahu ini dilakukan melalui nalar (pikiran) dengan kontemplasi (merenung) untuk mencari jawaban terhadap apa yang dilihatnya itu. Inilah yang disebut “berfilsafat”.
Sementara itu menurut Noor Ms Bakry (2009: 25), secara tertimologis, atau berdasarkan apa yang terkandung dalam istilahnya, filsafat didefinisikan sebagai pemikiran secara kritik dan sistematik untuk mencari hakikat atau kebenaran sesuatu. Definisi ini tinjauan secara ontologis adalah untuk mencari hakikat sesuatu, dan secara epitemologis adalah untuk mencari kebenaran sesuatu.
Beberapa pengertian filsafat menurut para ahli:
1. Para filsuf Yunani dan Romawi :
a. Plato (427-348 sM) :
Filsafat ialah ilmu pengetahuan untuk mencapai kebenaran yang asli.
b. Aristoteles (382-322 sM) :
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, sostetika.
c. Cicero (106-043 sM) :
Filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
2. Para filsuf abad pertengahan :
a. Descrates (1596-1650) :
Filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia menadi pokok penyelidikannya.
b. Immanuel Kant (1724-1804) :
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan, yaitu ;
1) Apakah yang dapat kita ketahui? Jawabannya termasuk bidang metafisika.
2) Apakah yang seharusnya kita kerjakan? Jawabannya termasukbidang etika.
3) Sampai di manakah harapan kita? Jawabannya termasuk bidang agama.
4) Apakah yang dinamakan manusia itu? Jawabannya termasuk bidang antropologi.
3. Para pakar Indonesia :
a. I.R. Pudjawijatna :
Filsafat ialah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan atas pikiran belaka.
b. Dardji Darmodiharbdjo :
Filsafat ialah pemikiran manusia dalam usahanya mencari kebijak-sanaan dan kebenaran yang sedalam-dalamnya sampai d\ke akar-akarnya (radikal; radikal = akar), teratur (sistematik), dan menyeluruh (universal).
B. ALIRAN, OBYEK, CABANG, TIJUAN, DAN KEGUNAAN FILSAFAT
1. Aliran-aliran Filsafat
a. Materialisme :
Mengajarkan bahwa hakikat realitas adalah kesemestaan, termasuk makhluk hidup, manusia, ialah materi (kebendaan). Semua realitas ditentukan oleh materi serta terikat pada hukum alam dan hukum sebab-akibat (kausalitas) yang bersifat obyektif;
b. Idealisme/Spiritulisme :
Mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Kesadaran atas realitas dirinya dan kesemestaan karena ada akal budi dan kesadaran rohani. Manusia yang tidak sadar atau mati, sama sekali tidak menyadari dirinya. Jadi hakikat diri dan kenyataan ialah akal budi (ide dan spirit);
c. Realisme :
Merupakan sintesis dari ke dua aliran di atas. Jadi, realisme adalah perpaduan antara jasmania-rohanaiah, materi dan non materi.
2. Obyek Filsafat
a. Forma : untuk mengerti segala sesuatu yang ada sedalam-dalamnya, hakikatnya metafisis;
b. Materia : mengenai segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.
3. Cabang-cabang Filsafat.
a. Metafisika : yang membahas tentang hal-hal bereksistensi di balik fisis, yang meliputi bidang ontologi, kosmologi, dan antropologi;
b. Epistemologi : yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan
c. Ontologi : yang menyelidiki hakikat dari ralita yang ada, atau hakikat apa yang dikaji;
d. Aksiologi : bidang yang menyelidiki nilai. Atau nilai kegunaan ilmu;
e. Metodologi : yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan;
f. Logika : yang berkaitan dengan filsafat berpikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil berpikir yang benar;
g. Etika : yang berkaitan dengan moralitas dan tingkah laku manusia;
h. Estetika : yang berkaitan dengan hakikat keindahan.
4. Tujuan
a. Teoritis : berusaha mencapai kenyataan/mencapai hal yang nyata;
b. Praktis : untuk memperoleh pedoman hidup.
5. Kegunaan Filsafat
Untuk memberikan dinamika dan ketekunan dalam mencari kebenaran, arti, dan makna hidup.
C. PEMBAHASAN PANCASILA SECARA ILMIAH
1. Obyek
a. Obyek Formal :
Pancasila sebagai suatu sudut pandang tertentu :
1) Moral : moral Pancasila;
2) Ekonomi : ekonomi Pancasila.
b. Obyek Material :
Pancasila merupakan sarana pembahasan dan pengkajian baik yang bersifat empiris maupun non empiris.
1) Empiris : hasil budaya bangsa;
2) Non Empiris : nilai-nilai budaya, moral, yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter, dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Metode
Menggunakan hukum-hukum logika dalam menarik kesimpulan:
a. Hermeneutika : utuk menemukan makna di balik obyek;
b. Analitico Synthetic : perpaduan analisis dan sintesis;
c. Koherensi historis : keterkaitan obyek yang runtut dalam sejarah;
d. Pemahaman, penafsiran, interpretasi.
3. Sistem
Dalam Pancasila, sila-silanya merupakan kesatuan yang terpadu, saling kait-mengkait, bergantung (interdepedensi), tidak terpisahkan, sehingga disebut majemuk tunggal dan kerarkis piramidal.
4. Universal
Intisari, esensi, dan makna dari sila-sila Pancasila adalah universal, dalam arti, dapat diterapkan kapan saja, dimana saja, dan dalam situasi apa saja.
D. PANCASILA DITINJAU DARI TINGKATAN PENGETAHUAN ILMIAH
1. Deskriptif
Pancasila dikaji secara obyektif dengan menerangkan, menjelaskan, dan menguraikan sesuai dengan kenyataan sebagai hasil budaya bangsa. Hal ini akan berkaitan dengan sejarah perumusan, nilai-nilai, kedudukan dan fungsi Pancasila. Dalam hal ini Pancasila adalah sebagai dasar filsafat dan ideologi negara, pandangan hidup bangsa, moral pembangunan, dsb.
2. Kausal
Memberikan jawaban sebab-akibat. Proses kausalitas terjadinya Pancasila meliputi empat kausa, yaitu materialis, formalis, efisien, dan finalis. Pancasila sebagai sumber nilai dalam segala realisasi dan penjabarannya berkaitan dengan hukum kausal.
3. Normatif
Berkaitan dengan suatu ukuran, parameter, dan norma-norma. Karena Pancasila untuk diamalkan, direalisasikan, dan dikonkritisasikan, maka harus memiliki norma yang jelas, yaitu norma hukum, moral, etika, dan norma kenegaraan.
4. Esensial
Memberikan jawaban mendalam tentang hakikat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang intisari atau makna yang dalam dari sila-sila Pancasila. Menurut Lili Rajidi dalam ”Filsafat Hukum Pancasila” (1967:10), hakekat sesuatu adalah tempat sesuatu di dalam semesta dan hubungan sesuatu tadi dengan isi alam semesta yang lain. Jadi yang berfilsafat itu adalah manusia, dan dirinyalah pertama-tama yang memperoleh perhatiannya.
E. NILAI-NILAI PANCASILA BERWUJUD DAN BERSIFAT FILSAFAT
1. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa : dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat, dan alam semesta.
2. Pancasila sebagai dasar negara : dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur kehidupan bernegara.
3. Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 merupakan kebilatan yang utuh.
4. Pembukaan Undang-Undang dasar 1945 merupakan uraian dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang dijiwai oleh Pancasila.
5. Pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan dalam Batang Tubuh (Bab dan Pasal-pasalnya) adalah perwujudan dari jiwa Pancasila.
6. Kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
7. Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam masyarakat yang belum tertampung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan memperkaya nilai-nilai Pancasila.
F. PENGERTIAN PANCASILA SECARA FILSAFAT
Noor Ms Barky (2009:46-53), mengemukakan penetapan Pancasila menjadi dasar filsafat negara, memiliki tiga keseimbangan, yaitu :
1. Keseimbangan Konsensus Nasional
Pancasila adalah jalan tengah yang mempertemukan dua gagasan, yaitu dari golongan agama islam dengan pencantuman kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa(sila ke-1), dan golongan nasionalis dengan dimuatnya unsur-unsur yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia yang merupakan kesatuan nilai-nilai luhur yang menjadi kepribadian bangsa. Karenanya negara Indonesia disebut juga Negara Theis Demokrasi.
2. Keseimbangan Sistem Kemasyarakatan
Pancasila menyeimbangkan sifat individu dan sifat sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga merupakan titik perimbangan yang merupakan aliran individualisme dan kolektivisme, sehingga disebut Negara Monodualisme.
3. Keseimbangan Sistem Kenegaraan
Pancasila merupakan sintesis antara ide-ide besar dunia dengan ide-ide asli Indonesia, menjadi paham dialetik kenegaraan, yang bertitik tolak dari paham bangsa yang hidup bersama dalam kekeluarggan bangsa-bangsa, sehingga terbuka untuk pemikiran baru dan dinamis, dan negaranya disebut Negara Dialektik.
G. PANCASILA SEBAGAI DASAR DAN ARAH KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN ASASI MANUSIA
1. Hubunagn Vertikal : antara manusia dengan sang khalik sebagai penjelmaan nilai-nilai Ketuhanan YME :
a. Manusia memanfaatkan alam ciptaan Tuhan YME;
b. Manusia harus bertaqwa kepada Tuhan YME;
c. Akan ada pembalasan atas amal manusia : Surga dan Neraka.
2. Hubungan Horizontal : antara manusia dengan sesamanya, baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara. Dari sini melahirkan hak dan kewajiban yang harus seimbang.
3. Hubungan Alamiah : antara manusia dengan alam sekitarnya, yaitu dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam beserta kekayaan yang terkandung di dalamnya. Alam dimanfaatkan oleh manusia, tetapi manusia wajib melestarikan alam.
H. ALASAN PRINSIP PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP DAN IDEOLOGI
1. Mengakui adanya kekuatan gaib yang ada di luar diri manusia : Tuhan YME
2. Keseimbangan dalam hubungan, keserasian, dan keselarasan : perlu pengendalian diri.
3. Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan manusia sebagai anggota dan bangsa sangat penting : persatuan dan kesatuan bangsa merupakan nilai sentral.
4. Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, dan musyawarah untuk mufakat : sendi kehidupan bersama.
5. Kesejahteraan : tujuan hidup bersama.
I. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
1. Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari bahasa Yunani, idea (eidos) + logos = gagasan berdasarkan pemikiran yang dalam dan merupakan pemikiran filsafat. Dalam arti luas (terbuka), ideologi berarti segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang hendak dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Sedangkan dalam arti sempit (tertutup), ideologi berarti gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang hendak menentukan dengan mutlak bagaimana manusia hidup dan bertindak. Terdapat empat tipe ideologi :
a. Ideologi Konservatif, yang memelihara keadaan yanga ada (statusquo)
b. Kontra Ideologi, yang melegitimasi penyimpangan yang ada dalam masyarakat sebagai yang sesuai, dan malah dianggap baik.
c. Ideologi Reformis, yang berkehendak mengubah keadaan
d. Ideologi Revolusioner, yang bertujuan mengubah seluruh sistem nilai masyarakat yang ada.
2. Unsur-unsur Ideologi
a. Unsur Keyakinan
Setiap ideologi selalu memuat konsep-konsep dasar yang menggambarkan seperangkat keyakinan yang diorientasikan kepada tingkah laku para pendukungnya untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan. Demikian juga Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan seperangkat nilai luhur yang diyakini kebenarannya, akan mewujudkan masyarakat Indonesia yang aman sejahtera, selaras, serasi, dan seimbang antara 40 kehidupan individu dengan kehidupan masyarakat, fisik-material dan mentalspiritual, bahkan dunia dan akhirat karena didasari juga ajaran agama, sebagai bentuk konkrit dari Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Unsur Mitos
Setiap ideologi selalu memitoskan suatu ajaran dari seseorang atau beberapa orang sebagai kesatuan, yang secara fundamental mengajarkan cara bagaimana sesuatu hal ideal itu pasti akan dapat dicapai. Demikianlah Pancasila yang diagungkan dari PPKI bukanlah konsep orang-perorang, tetapi konsensus nasional, karena kemudian disepakati bersama dan diyakini akan membawa kemaslahatan hidup bagi bangsa Indonesia.
c. Unsur Loyalitas
Setiap ideologi selalu menuntut adanya kesetiaan serta keterlibatan optimal para pendukungnya. Untuk mendapatkan derajat penerimaan optimal ini terkandung juga tiga sub unsur, yaitu rasional, penghayatan, dan kesusilaan. Demikianlah pendukung Pancasila setia, karena dapat menyatukan bangsa yang majemuk, dapat dipikirkan, diwujudkan dalam kehidupan, serta sesuai dengan keadaban.
3. Makna Ideologi Bagi Negara
Menurut Suryanto Puspowardoyo dalam Oetojo Oesman (1991:48), ideologi mempunyai beberapa fungsi, yaitu memberikan :
a. Struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, serta memolakan tingkah lakunyasesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.
Pancasila bersifat integralistik, yaitu faham tentang hakikat negara yang dilandasi konsep kehidupan bernegara, ialah persatuan dan kebersamaan. Pancasila bersifat integralistik karena :
a. Mengandung semangat kekeluargaan dalam kebersamaan.
b. Adanya semangat kerjasama.
c. Memelihara persatuan dan kesatuan.
d. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
4. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Lain
a. Ideologi Liberalisme
1) Hukum untuk melindungi individu
2) Peran negara kecil dalam ekonomi, terjadi Monopolisme
3) Bebas memilih agama, atau tidak beragama
4) Individu lebih penting daripada masyarakat
b. Ideologi Komunis
1) Yang berkuasa mutlak satu parpol, hukum untuk melanggengkan komunis
2) Peran negara dominan dalam ekonomi, terjadi monopoli negara
3) Anti agama
4) Kolektivitas yang dibentuk negara lebih penting daripada individu dan masyarakat
c. Ideologi Pancasila
1) Huku untuk menunjung tinggi keadilan dan keberadaan individu dan masyarakat
2) Ekonomi diperankan oleh negara agat tidak terjadi monopoli
3) Bebas memilih suatu agama
4) Individu dan masyarakat diakui keberadaannya
5. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
a. Arti dan Ciri Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Noor Ms Bakry (2009:67) mengemukakan bahwa yang dimaksud ideologi terbuka adalah kesatuan prinsip pengarahan yang berkembang dialektis serta terbuka penafsiran baru untuk melihat perspektif ke masa depan dan aktual antisipatif dalam menghadapi perkembangan dengan memberikan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam melangsungkan hidup dan kehidupan nasional.
Ciri khas ideologi terbuka adalah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakatnya sendiri. Dasarnya adalah konsensus masyarakat sendiri, tidak diciptakan oleh negara.
b. Faktor-fator Pendorong Ideologi Terbuka
1) Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat, berkembang secara cepat;
2) Kenyataan juga menunjukan bahwa bangkrutnya ideologi dan beku cenderung meredupkan perkembangan dirinya;
3) Pengalaman sejarah politik Indonesia di masa lalu;
4) Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.
c. Batas-batas Keterbukaan Ideologi Pancasila
1) Harus dapat menjaga stabilitas nasional yang dinamis;
2) Larangan terhadap ideologi Marxisme, Leninisme, dan komunisme;
3) Mencegah berkembangnya faham liberalisme, dan kapitalisme;
4) Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat (baik ekstrim kanan maupun kiri);
5) Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.
d. Penerapan Ideologi Pancasila
1) Pacasila sebagai ideologi ditinjau dari aspek pandangan hidup bersama
2) Pancasila sebagai cita hukum dalam kehidupan hukum bangsa Indonesia
3) Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan ketatanegaraan/pemerintahan
4) Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan budaya
5) Pancasila sebagai ideologi dalam kaitannya dengan kehidupan baeragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
6) Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan sosial
7) Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan politik
8) Pancasila sebagai ideologi dalam pergaulan Indonesia dengan dunia internasional
9) Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan ekonomi
10) Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan demokrasi
11) Pancasila sebagai ideologi birokrasi/aparatur pemerintahan
12) Pancasila sebagai ideologidalam kehidupan pertahanan keamanan
13) Pancasila sebagai ideologidan moral pembangunan, dll.
Mantap gan
BalasHapus